Rabu, 24 Desember 2008

HUTANG LUAR NEGERI MENGANCAM KEUTUHAN NKRI

Pada masa awal reformasi wacana negara federal dan gerak-an separatis mengemuka di tengah perbincangan tentang format Indonesia baru pasca orde baru. Tentu saja fenomena ini segera menuai sikap pro-kontra. Mereka yang kontra dengan ide ini dengan tegas menyatakan bahwa NKRI merupakan harga mati.

Satu hal yang kurang disadari, ancaman keutuhan NKRI tidak hanya datang dari wacana politik yang bisa berlanjut menjadi gerakan politik yang serius. Keutuhan NKRI juga terancam dengan semakin menggunungnya hutang luar negeri Indonesia ! Kok bisa ?

Topik inilah yang menjadi bahasan diskusi Malam Kamisan PP GPII sekaligus refleksi menyambut Hari Pahlawan. Diskusi yang dipandu Koordinator Litbang PP GPII Setyawan Tjahyo Susilo, selain dihadiri pengurus harian PP GPII juga diikuti sejumlah aktifis dari mahasiswa, Serikat Buruh Islam Indonesia (SBII) dan juga kader-kader GPII yang menjadi caleg DPR RI maupun DPRD dari berbagai partai politik.

Mengawali diskusi, Ketua Umum PP GPII Ahmad Toha Almansur menyoroti dampak beban hutang luar negeri yang sering tidak disadari oleh masyarakat luas. Dianggapnya pemerintah saja yang menanggung besarnya hutang luar negeri Indonesia. Padahal besarnya hutang luar negerilah yang antara lain menjadi penyebab mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan.

Semestinya, menurut Toha, salah satu kewajiban pemerintah adalah mensubsidi biaya pendidikan dan kesehatan yang merupakan kebutuhan dasar setiap warga negara. Namun akibat hutang luar negeri yang demikian besar, yang melahirkan beban cicilan yang juga besar, telah menurunkan kemampuan pemerintah dalam mensubsidi masyarakat. Pemerintah hanya mampu memberikan subsidi berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang tidak menyelesaikan akar ke-miskinan dan tidak pada subtansi subsidi kebutuhan dasar.

Menanggapi apa yang disampaikan Toha, Susilo mengemukakan perlunya upaya strategis untuk meminimalkan hutang luar negeri Indonesia. Pembicaraan mengerucut pada 2 persoalan utama, pertama, bisakah Indonesia tetap eksis tanpa harus menghutang dan merdeka dalam hal ekonomi? kedua, bagaimana Indonesia bisa segera melunasi hutang luar negeri.

Terkait persoalan pertama, Susilo memberikan ilustrasi kondisi bangsa Iran yang semestinya bisa ditiru oleh bangsa Indonesia. Iran merupakan suatu bangsa yang memiliki karakter dan spirit dalam hal kemandirian dan nasionalisme, sehingga meskipun banyak mendapat sanksi ekonomi yang digalang AS dan sekutunya, Iran tetap bisa bertahan. Serangkaian sangsi sangsi yang di kenakan terhadap Iran tersebut justru membuat masyarakat Iran lebih mandiri dan percaya diri.

Dalam hal kemandirian bangsa, satu hal penting yang perlu disadari setiap warga bangsa Indonesia adalah pelaksanaan pembangunan bersumber dana APBN yang selama ini dijalankan dengan dukungan bantuan atau pinjaman luar negeri. Pinjaman yang diberikan negara-negara donor tidak selalu bisa dimaknai sebagai bantuan, mudahnya Indonesia mendapatkan bantuan bisa jadi merupakan bagian dari Skenario global penjajahan ekonomi dan pengkondisian agar bangsa ini tidak kunjung mandiri dan selalu tergantung. Salah satu bentuk bahaya neokolonialisme yang pernah diingatkan tokoh proklamator Bung Karno.

Persoalan kedua, penyelesaian hutang luar negeri. Kalau diselesaikan secara normal butuh waktu yang panjang. Untuk mempercepat penyelesaian hutang luar negeri Indonesia ada beberapa alternatif. Pertama, Indonesia harus mengupayakan penghapusan hutang (hair cut). Bunga pinjaman luar negeri adalah sumber beban tahunan APBN, hutang menumpuk karena bunga pinjaman. Indonesia terjerat rentenir, begitu istilah seorang peserta. Padahal tanpa memperhitungkan bunga mungkin besarnya pengembalian sudah melebihi nilai pinjaman. Wajar bila langkah hair cut dilakukan.

Kedua, usulan nakal, Indonesia harus berani mengemplang hutang. Kalau tidak membayar hutang, apa reaksi negara-negara donor ?

Ketiga, usulan yang sangat radikal, bubarkan NKRI. Tidak ada lagi yang mewarisi kewajiban membayar hutang NKRI, karena negara dan pemerintahan sudah berganti. Kepada siapa negara-negara donor hendak menagih ?

Tidak sepakat dengan ketiga alternatif tersebut ? Biasakanlah untuk hidup hemat dan mandiri. Jangan tergoda menambah hutang lagi. Semoga kita tidak akan menemui akhir NKRI yang terpecah hanya karena hutang luar negeri yang tak terbayar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar